Minggu, 04 Maret 2012

Puisi di Kicauan


Bagaimana bisa, mereka atau kamu memikirkan hal seromantis dan sesederhana itu dalam waktu yang bersamaan. Mewakili setiap hati yang kata anak muda sekarang menyebutnya dengan “galau”. Kamu menuliskan cinta dengan sederhana. Kamu membuatnya sedikit berimajinasi. Seolah-olah kamu menggambarkan pelangi sekaligus hujan melalui kata sederhanamu. Ada kata dalam setiap tulisan pada kalimat yang sederhana, tapi hanyut bersama hati-hati yang lain. Entah kamu atau bahkan kalian para penulis puisi di twitter berkicau dengan memeriksa satu persatu isi kepala dan hati mereka para penggalau, tapi seandainya ini kuliah maka para penggalau itu memberikan IP tertinggi untuk kamu dan kalian. Atau mungkin malah memberi nilai “E” di rapor akhirmu. Mengutukmu dan seolah melirih “Damn, kicauanmu sangat pas denganku. Bagaimana bisa ?” 

Kamu, penulis puisi yang sedang berkicau. Kamu tidak tahu apakah puisimu membawa surga atau malah menjadikan lontaran kata-kata kasar di batin. Kamu bahkan tidak mengerti, kenapa seseorang menangis dihadapan layar twitter karena sepercik kalimatmu. Mungkin. 

Seharusnya !. Maaf aku menyebutkan kata “seharusnya” dengan nada sedikit meninggi, maaf aku terbawa. Entah rasa kagum atau iri. Tapi itu hebat. Iya, kembali lagi ke “seharusnya”. Seharusnya kalian menepuk tangani diri kalian sendiri. Kalian para puitis di twitter, berkicau dengan kata yang betul-betul indah. Sehingga kami para penggalau mempunyai kata yang indah untuk mewakili perasaan kami. 

Aku banyak pertanyaan kepadamu puisi, ada banyak sekali. Tapi mungkin aku hanya ingin bertanya satu hal. Kalau kamu dan kalian membagikan puisi sederhana di kicauanmu untuk para telinga dan jari di timeline mereka, lalus siapa yang mengicaukan puisi untuk kamu ? Itu saja. Aku harap otakmu tidak soak karena sibuk memikirkan kata-kata demi kata-kata di hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar