Bagaimana bisa, mereka atau kamu memikirkan hal seromantis dan
sesederhana itu dalam waktu yang bersamaan. Mewakili setiap hati yang kata anak
muda sekarang menyebutnya dengan “galau”. Kamu menuliskan cinta dengan
sederhana. Kamu membuatnya sedikit berimajinasi. Seolah-olah kamu menggambarkan
pelangi sekaligus hujan melalui kata sederhanamu. Ada kata dalam setiap tulisan
pada kalimat yang sederhana, tapi hanyut bersama hati-hati yang lain. Entah
kamu atau bahkan kalian para penulis puisi di twitter berkicau dengan memeriksa
satu persatu isi kepala dan hati mereka para penggalau, tapi seandainya ini
kuliah maka para penggalau itu memberikan IP tertinggi untuk kamu dan kalian.
Atau mungkin malah memberi nilai “E” di rapor akhirmu. Mengutukmu dan seolah
melirih “Damn, kicauanmu sangat pas denganku. Bagaimana bisa ?”
Kamu, penulis puisi yang sedang berkicau. Kamu tidak tahu
apakah puisimu membawa surga atau malah menjadikan lontaran kata-kata kasar di
batin. Kamu bahkan tidak mengerti, kenapa seseorang menangis dihadapan layar
twitter karena sepercik kalimatmu. Mungkin.
Seharusnya !. Maaf aku menyebutkan kata “seharusnya” dengan
nada sedikit meninggi, maaf aku terbawa. Entah rasa kagum atau iri. Tapi itu
hebat. Iya, kembali lagi ke “seharusnya”. Seharusnya kalian menepuk tangani
diri kalian sendiri. Kalian para puitis di twitter, berkicau dengan kata yang
betul-betul indah. Sehingga kami para penggalau mempunyai kata yang indah untuk
mewakili perasaan kami.
Aku banyak pertanyaan kepadamu puisi, ada banyak sekali.
Tapi mungkin aku hanya ingin bertanya satu hal. Kalau kamu dan kalian membagikan
puisi sederhana di kicauanmu untuk para telinga dan jari di timeline mereka,
lalus siapa yang mengicaukan puisi untuk kamu ? Itu saja. Aku harap otakmu
tidak soak karena sibuk memikirkan kata-kata demi kata-kata di hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar