Minggu, 04 Maret 2012

Saya tanda plus, dan kecewa


Selepas cuci piring tadi, aku tersadar. Asal tahu saja, hatiku sedang tidak karuan. Mereka berteriak, kamu salah orang. Berulang-ulang kali. Kenapa hati berteriak, sedangkan mereka tidak punya mulut bahkan telinga. Aku tersadar, kenapa aku begitu tidak nyaman dengan hati ini. Aku mencoba bertanda plus lagi di kepalaku. Oh, mungkin karena hati ini baru saja terpoles lagi. Mungkin karena perlu beradaptasi. Mungkin karena bersama hati yang baru. Atau mungkin karena aku belum memahaminya. Selalu begitu setiap kali hati meronta untuk dijamah.

Sebelumnya aku bersama seseorang lainnya untuk waktu yang lama. Tidak lebih dari 3 musim penghujan. Aku memutuskan untuk berhenti mejalaninya. Kita selalu saling berteriak di telfon. Selalu merasa ada saja yang membuat tidak nyaman. Long distance relationship namanya. Tapi hal itu bisa terjadi kapan saja dan dimana saja. Bahkan ketika kita dalam satu langit yang sama. Seperti saat ini. Mungkin aku belum paham. Aku mencoba lagi, seperti biasanya. Dan seperti biasanya, hati ini memang hobi meronta. Dia tidak menghangat lagi. 

Aku memutuskan iya. Karena sebelumnya lagi, aku sempat mengenal seseorang. Iya, seseorang. Yang menurut hati ini hampir sempurna untuk mengumbar senyum. Mungkin sangat sempurna, tidak lebih dari satu kalender. Dia memberikan senyum dan dunia tiap hari. Memberi materi di otak sehingga yang tersisa benar-benar tanda plus. Tapi lagi, dia telah bercincin. Aku tidak menangis di awal, memendammnya seolah-olah itu lebih ringan dari mengangkat beban seratus kilo. Ternyata sangat lebih berat dari itu. Aku menangis, dan orang yang bersamaku sekarang bersedia mengulurkan tangannya waktu itu. Membantuku menghapus air mata.

Semuanya hampir terlambat sekarang. Dia bahkan entah bagaimana ? aku ingin pesan singkat itu berbunyi di telefon genggamku, bertanya tentang runtuhku. Tapi, terimalah. Terlalu banyak plus kemudian kecewa. Oh iya, dirangkum menjadi. Sepi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar